Pentas Kolosal Rampak Lesung Desa Picisan Tulungagung





Pentas Kolosal Rampak Lesung di desa Picisan kecamatan Sendang kabupaten Tulungagung pada Ahad malam, 4/9/2016, berlangsung dramatik. Hujan deras campur angin kencang yang datang tiba tiba bikin ratusan penonton di depan panggung segera bubar mencari tempat berteduh.


Pentas Rampak Lesung dibuka oleh Muselam kepala desa Picisan sekitar jam 21.00. Setelah menyampaikan sambutan sekitar sepuluh menit, kepala desa Picisan turun panggung. Saat itu cuaca malam masih cerah tidak ada tanda bakal hujan apalagi hujan deras campur angin kencang.

Ketika kepala desa Picisan turun panggung, sebagian banyak penonton yang menduduki tanah lapang di depan panggung menginginkan segera menyaksikan Rampak Lesung yang sudah ditunggu tunggu penampilannya. 

Rampak Lesung desa Picisan merupakan yang pertama di Tulungagung. Dari jumlah 30 penabuh semuanya ibu warga desa dan 7 lesung yang ditampilkan, sangat mungkin PENTAS KOLOSAL RAMPAK LESUNG DESA PICISAN TULUNGAGUNG MENJADI YANG PERTAMA DI INDONESIA



Tak mengherankan jika sebagian banyak penonton tidak sabar menunggu penampilan Rampak Lesung yang dimainkan para ibu penduduk desa itu.

Pentas kolosal Rampak Lesung malam itu sangat ditunggu para penonton. 

Maka ketika dua pembawa acara memanggil Hartono selaku camat Sendang naik panggung menyampaikan sambutan, sebagian penonton berteriak tidak sabar dan kecewa.

Tepat ketika camat Sendang tiba di atas panggung, mendadak saja gerimis jatuh menyebar. Angin bertiup. Para penonton gundah.  Mereka ahirnya bubar berlarian mengosongkan tanah terbuka di depan panggung ketika gerimis tiba tiba berubah hujan deras campur tiupan angin kencang.

Umbul umbul dan rontek bendera merah putih yang menghiasi sekitar panggung berkibar kirab tertiup angin.

Sementara camat Sendang tetap di atas panggung menyampaikan sambutan sembari menyilakan para penonton mencari tempat berteduh. Sebagian banyak penonton berteduh di pendapa Balai Desa.

Dari atas panggung, camat Sendang menenteramkan keadaan dengan menyampaikan bahwasanya gerimis dan hujan yang turun malam itu sebagai anugerah Alloh SWT yang harus disukuri bersama.

Beruntung, meski suasana sempat tegang dan kaco, tidak muncul insiden. Semua warga saling menyadari satu sama lain. Mereka membaur jadi satu kesatuan pagelaran. Membaur dengan para tamu undangan, dengan para pemain, para panitia dan perangkat desa, dan para seniman Tulungagung.

Hujan semakin deras dan angin yang bertiup kencang membawa air hujan masuk panggung membasahi beberapa alat elektronik dan lesung lesung.

Ketika camat Sendang turun panggung, hujan semakin deras dan angin yang bertiup menciptakan alunan musik alami, musik pengantar kekecewaan dan keprihatinan semua yang hadir malam itu.

Saya saksikan wajah wajah kecewa tanpa senyum. Wajah wajah yang memantulkan kegundahan memenuhi pendapa Balai Desa. Saya merasakan hampir semua yang hadir malam itu menanti sangat antusias penampilan Rampak Lesung yang sudah dikreasi kolaborasi dengan sendratari teatrikal dan musik jimbe.

Semua yang hadir ingin segera melihat penampilan para ibu perempuan desa Picisan ramai ramai menabuh lesung di atas panggung pentas kolosal.

Tetapi hujan tiba tiba saja datang dan tidak dapat dipastikan kapan reda.

Sementara malam terus berjalan dan hujan terus menderas.

Maka sangat beralasan ketika hampir semua yang hadir malam itu kehilangan senyum bahagia.

Para ibu dan anak anak perempuan sudah dandan rapi siap tampil dalam Rampak Lesung tidak luput dari pantulan kekecewaan dan keprihatinan. Mereka telah berlatih keras hampir dua bulan. Dua kali dalam seminggu berlatih bersama Muselam kepala desa dan Sugeng Ting Tong ketua Pokdarwis desa Picisan, dipandu seniman muda Tulungagung Danang Sri Surya Wikananda, Renata, dan Dika. 


Rampak Lesung yang siap ditampilkan malam itu menggunakan 7 lesung kayu. 6 lesung di atas panggung dan satu lesung di panggung halaman. Pentas kolosal Rampak Lesung rencananya menggunakan bagian depan panggung utama untuk tarian teatrikal dan melukis on the spot oleh pelukis Nurali selama pagelaran berlangsung.

Karena hujan, pentas kolosal Rampak Lesung desa Picisan jelas tidak dapat digelar.

Rencana pagelaran semakin berantakan ketika oncor oncor bambu di depan panggung basah semua kena air hujan. Oncor oncor bambu itu merupakan satu bagian dari pementasan Rampak Lesung.

Pentas kolosal Rampak Lesung desa Picisan kecamatan Sendang kabupaten Tulungagung benar benar berlangsung dramatik.

Sebelum tampil Rampak Lesung, rencananya ada parade pembacaan puisi oleh para seniman dan penyair Tulungagung. Sesi ini merupakan ide kreatif dari Sugeng Ting Tong memberi ruang bagi seniman dan penyair Tulungagung berbagi kegembiraan  di atas panggung Rampak Lesung desa Picisan. Bertindak sebagai pengiring parade pembacaan puisi adalah Cawang Segawe Perkusi Tulungagung.



Malam ketika itu menunjuk pukul 21.30. Hujan masih deras ketika parade pembacaan puisi dimulai. Suara hujan malam itu menciptakan alunan musik tersendiri berpadu dengan alunan musik CAWANG SEGAWE PERKUSI Tulungagung yang digawangi kang Bayu Kriswantoro, kang Dandik, dan kawan kawan.

Sugeng Ting Tong tampil pertama membacakan sajak judul KANJENG BANGSAT, disusul Setio Hadi membacakan sajak KAKI YANG BERLUMPUR, Bunda Zakyzahra Tuga membacakan puisi Indonesia Membaca [judul asli Asia Membaca karya Afrizal Malna], Bintang membacakan sajak AKU karya Chairil Anwar, saya [Siwi Sang] membacakan sajak on the spot judul RAMPAK LESUNG DESA PICISAN, dan terahir Widji Paminto Rahayu membacakan sajak GARUDAKU.

Beberapa anak kecil naik panggung bermain main sembari menyimak parade pembacaan puisi.

Di dalam pendapa Balai Desa, para penonton yang sebagian banyak warga desa PIcisan tua muda sampai anak anak kelihatan suka menyimak puisi puisi yang mengalir dari atas panggung.

Bunda Zakyzahra Tuga yang pada Ahad pagi mengajak anak anak desa Picisan membaca buku dan mendongeng, pada kesempatan itu mengawali pembacaan puisi dengan menyampaikan pesan literasi gemar membaca.

Malam itu, para penduduk desa di kaki gunung Wilis dengan jarak dari pusat kota sekitar 15 kilometer, berkesempatan menikmati puisi moderen yang barangkali saja sangat jarang mereka alami.

Pembacaan puisi itu rupanya berhasil mengangkat kembali semangat terutama para penonton yang sempat anjlok akibat hujan. Para penonton yang memadati pendapa Balai Desa cukup terhibur dengan penampilan para seniman dan penyair dalam parade pembacaan puisi. Keplok tangan suasana gembira meningkahi hujan  malam itu.

Ketika saya naik panggung membacakan sajak yang saya tulis langsung di Balai Desa Picisan dua jam sebelumnya, hujan masih cukup deras. Dalam keprihatinan saya menyaksikan guyuran hujan, saya mencoba bergembira di atas panggung membacakan tulisan yang saya puisikan.

Ketika Widji Paminto Rahayu naik panggung membacakan puisi karyanya judul GARUDAKU, perlahan hujan reda.

Ketika Widji Paminto Rahayu turun panggung, hujan sepenuhnya berhenti.

Sebagian penonton berhambur keluar pendapa menatap langit malam mengecek hujan yang memang sudah berhenti.

Hujan deras dan angin kencang ahirnya reda dan benar benar berhenti setelah berahir pembacaan puisi oleh para seniman dan penyair Tulungagung yang malam itu hadir ikut mendukung pentas kolosal Rampak Lesung di desa Picisan.

Tanpa menunggu waktu lagi, semuanya bersiap. Ratusan penonton kembali mencari tempat nyaman di depan atau barat panggung. Para panitia menyiapkan segala perabotan pentas Rampak Lesung. Para pemain bersiap naik pentas malam itu. 30 ibu penabuh lesung dan 11 penari yang terdiri dari anak perempuan desa dan peserta KKN UNISKA Kediri.

Semangat kembali bergelora. Kembali bergembira. RAMPAK LESUNG ahirnya berhasil pentas kolosal di desa Picisan kecamatan Sendang Tulungagung.

Selain camat Sendang, Pentas Kolosal Rampak Lesung di Balai Desa Picisan juga dihadiri pak Anang camat Kedungwaru, mas Dio Jordi ketua umum PSM Tulungagung. Pak Anang camat Kedungwaru sebelumnya pernah menjabat sebagai camat Sendang yang dalam masa jabatannya menggagas desa Wisata di kecamatan Sendang termasuk desa Picisan.

=============
SIWI SANG
6/9/2016

Pentas Kolosal Rampak Lesung Desa Picisan Tulungagung Pentas Kolosal Rampak Lesung Desa Picisan Tulungagung Reviewed by Unknown on January 20, 2017 Rating: 5

No comments

#FBM2017

#FBM2017